Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TILAMUTA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2021/PN Tmt Herman Mohamad alias Herman Kapolri Cq Kapolda Gorontalo Cq Kapolres Boalemo Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 20 Sep. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2021/PN Tmt
Tanggal Surat Senin, 20 Sep. 2021
Nomor Surat 1/Pid.Pra/2021/PN Tmt
Pemohon
NoNama
1Herman Mohamad alias Herman
Termohon
NoNama
1Kapolri Cq Kapolda Gorontalo Cq Kapolres Boalemo
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
 
 
Kepada Yang  Terhormat
Ketua Pengadilan Negeri Tilamuta
Di-
Tilamuta.
 
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini :
PAWENNARI., SH., MH
 TAUFIK S. PANUA SH
BUYUNG J. PULUHULAWA., SH., MH
Advokat /Pengacara dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum PAWENNARI TAFIK & REKAN, beralamat di Desa Piloliayanga Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 15 September 2021 yang telah didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tilamuta (terlampir). Baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama bertindak untuk dan atas nama :
Nama Lengkap : HERMAN MOHAMAD Alias HERMAN
Umur : 26 Tahun 
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani/Pekebun
Tempat tinggal : Desa Tangga Barito Kec. Dulupi, Kab. Boalemo Prov. Gorontalo
Dalam hal ini memilih domisili hukum pada alamat kuasanya tersebut diatas, untuk selanjutnya disebut sebagai --------------------------------------------------------------------------------PEMOHON;
Dengan ini PEMOHON mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Proses Penetapan Tersangka, Proses Penangkapan, dan Proses Penahanan dalam dugaan Pencabulan sebagaimana yang dimaksud dalam 81 ayat (3) dan pasal 82 ayat (2) UU R.I No 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU R.I No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak oleh Kepolisian Resort Boalemo. Dimana dalam hal ini Proses Penetapan Tersangka, Proses Penangkapan, dan Proses Penahanan yang dilakukan telah melanggar Hak Asasi Manusia PEMOHON,serta tidak terpenuhinya syarat formil dan sy arat materiil dalam Penetapan Tersangka, Penangkapan dan Penahanan sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Pasal (1) angka 14,Pasal 18, dan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah dikenakan atas diri PEMOHON yang dilakukan oleh KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH GORONTALO, cq. KEPALA KEPOLISIAN RESORT BOALEMO yang beralamat di Jalan Trans Sulawesi No. 117 Tilamuta Boalemo Pos 96313;
Selanjutnya disebut sebagai ---------------------------------------------------------- TERMOHON;
Bahwa adapun dasar alasan PEMOHONmengajukan Permohonan Praperadilan adalah sebagai berikut :
A. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERDILAN
 
1. Bahwa perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan adalah karena oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak yang memberikan suatu jaminan fundamental terhadap Hak Asasi Manusia khususnya Hak Kemerdekaan. Hak pada seseorang melalui suatu surat perintah tugas, menuntut seoarang pejabat atau aparatur negara yang melaksanakan Hukum Pidana Formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-bemar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan terhadap Hak-hak Asasi Manusia;
2. Bahwa keberadaan lembaga Praperadilan, sebagaimana yang diatur dalam Bab X Bagia Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP, secara jelas dan tegas dimaksud sebagai sarana control atas pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum). Sebagai upaya koreksi terhadap wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia setiap orang termasuk dalam hal ini PEMOHON;
3. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaiaman yang diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan Undang-Undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum didalam melakukan penyidikan atau penuntutan;
4. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya pakssa yang dilakukan penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, dilakukan secara professional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya;
5. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :
a. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang;
b. Ganti rugi dan rehabilitas merupakan upaya untuk melindungi warga Negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia;
c. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu;
d. Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan;
e. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka;
6. Bahwa apapun yang diuraikan di atas, yaitu lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit  dan ruh  atau jiwanya  KUHAP, yang berbunyi :
a. “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia  serta yang menjamin segala warganya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
b. “Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajiban dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kea rah tegaknya hukum, ekadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya Negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”;
Juga ditegaskan kembali dalam penjelasan umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi :
“….Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mentabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”
7. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitas bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP) juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 enyebutkan bahwa :
a. Tersangka, Terdakwa, atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;
b. Tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus disidng Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasa 77;
8. Bahwa mendasari substansi pada poin 1.7 diatas maka pemohon menjelaskan sebagai berikut ;
- Bahwa tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang Penyidik maupun Penuntut Umum diantaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi Tersangka
- Bahwa penetapan seseorang sebagai Tersangka, khususnya dalam perkara penganiayaan tentunya menimbulkan akibat hukum terampasnya hak maupun harkat martabat seseorang in casu pemohon
- Bahwa dengan ditetapkan seseorang menjadi Tersangka in casu pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentuak  dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan seseorang in casu pemohon telah dirampas;
- Bahwa akibat tindakan hukum yang dilakukan termohon secara sewenang-wenang kepada pemohon telah mengakibatkan kerugian materil dan imateril;
- Bahwa tindakan termohon yang cacat yurisdis sebagaimana yang dimaksud diatas dibuktikan dengan perkara a quo yang diawali dengan tindakan penjemputan secara paksa terhadap pemohon tanpa membawa/menunjukan Surat Perintah Penangkapan. Setelah dibawa dan langsung dimasukkan kedalam Rutan Polsek Bolaang Uki tanpa diperiksa terlebih dahulu oleh Penyidik. 
8. Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan Kitab Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal ini tidak berarti kesalahan termohon tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini melalui lembaga Praperadilan yang dibentuk untuk melindungi hak asasi manusia seseorang (tersangka) dari kesalahan/kesewenangan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini Penyidik Kepolisian. Tentunya, hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas telah diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang no. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 10 ayat (1) :
“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan menggalinya”
Pasal 5 ayat (1) :
“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”
9. Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai Tersangka merupakan salah satu proses dari system penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karena itu proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana yang diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau Perundang-Undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya Hak Asasi Manusia yang akan dilindungi tetap dpat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk emncapai proses tersebut (Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan;
10. Bahwa beberapa putusan Praperadilan tentunya juga dapat dijadikan rujukan dan yurisprudensi dalam memeriksa perkara Praperadilan dan tindakan penyidik/penuntut umum yang pengaturannya di luar ketentuan Pasal 77 KUHAP. Tindakan lain yang salah/keliru atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum, tidak dapat dibiarkan tanpa adanya suatu koreksi. Jika kesalahan/kekeliruan atau pelanggaran tersebut dibiarkan, maka akan terjadi kesewenang-wenangan yang jelas-jelas akan mengusik rasa keadilan;
11. Bahwa prosedur Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka in casu pemohon, yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan melalui lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit, atau ruh  danjiwa  KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi :
“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin peemeriksaan yang objetif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar
Pasal 28 D ayat 91) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menentukan bahwa :
“Setiap orang berak atas pengakuan, jeminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” Sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga Negara;
 
B. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. URAIAN FAKTA
a. Bahwa pemohon adalah seorang masyarakat biasa berusia 36 tahun. PEMOHON pada waktu kejadian sebagaimana dugaan Termohon yang telah melakukan pencabulan terhadap anak pemohon, pada hari sabtu tanggal 12 Juni sekitar  pkl 23;00 Wita bertempat di Desa Tangga Barito Kecamatan Dulupi Kabuapten Boalemo Gorontalo;
b. Bahwa Perbuatan pemohon di dasarkan pengaruh minuman keras (alcohol) yang mengira anak pemohon adalah isteri pemohon, sehingga dengan di pengaruhi minuman keras pemohon tanpa sadar menyetubuhi anak pemohon;
c. Bahwa kemudian pada tanggal 15 Juni 2021 datang beberapa orang petugas kepolisian langsung membawa pemohon tanpa memperlihatkan surat tugas dan surat penangkapan terlebih dahulu kepada pemohon, tiba di kantor termohon, pemohon langsung di lakukan interogasi dengan tidak wajar oleh termohon, pemohon sering mendapat bentakan akibatnya pemohon tidak bebas memberikan keterangan;
d. Bahwa pemohon tidak pernah diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi terhadap perkara yang dituduhkan kepada pemohon oleh termohon, pemohon langusng di tangkap kemudian di tahan dalam rumah tahanan polres boalemo sampai denga sekarang;
e. Bahwa kemudian dari awal pemohon di tahan sampai dengan diajukannya permohonan Praperadilan ini pemohon tidak pernah menerima atau diberitahukan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh termohon;
f. Bahwa dalam pemeriksaan pemohon tidak benar-benar di dampingi oleh pengacara sebagaimana mestinya, seharusnya dari awal dimulainya pemeriksaan sampai dengan selesainya pemeriksaan pemohon di dampingi oleh Pengacara/penasihat hukum, pemohon baru melihat penasihat hukum/pengacara setelah pemeriksaan hampir selesai, sehingga pemohon memberikan keterangan-keterangan dalam pemeriksaan di muka penyidik dirasa tertekan alias tidak benar- bebas;   
 
 
2. TENTANG HUKUMNYA
Bahwa baik terhadap Proses Penetapan Tersangka, Proses Penangkapan dan Proses Penahanan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (due process of law);
a. Proses Penetapan Tersangka;
Dasar Hukum
- Pasal 1 Ayat (14) KUHAP menjelaskan bahwa Tersangka adalah “Seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”
- Selanjutnya, dalam Pasal 66 Ayat (1) dan (2) Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2014 tentang Tentang Manajmen Tindak Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa :
1) Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh Penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti;
2) Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara;
- Putusan MK 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Pemohon dalam hal ini tidak pernah diperiksa terlebih dahulu sebagai calon tersangka oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Polres Boalemo.
Fakta Hukum
- Bahwa penetapan seseorang menjadi tersangka oleh TERMOHON adalah salah satu bentuk nyata dari pengambilan keputusan oleh TERMOHON. Sehingga penetapan menjadi Tersangka dimaksud terikat pada aturan dasar. (in casu melanggar aturan dasarnya atau tidak mempunyai dasar hukum). Sedangkan pada pada tanggal 15 Juni 2021, Pemohon langsung dijemput secara paksa dan dibawa tanpa dimintai keterangan terlebih dahulu, dalam penjemputan tersebut pihak Termohon dengan tanpa menunjukan surat tugas dan surat perintah penangkapan terlebih dahulu langsung membawa diri pemohon ke Polres Boalemo, nanti setelah tiba di kantor Termohon barulah di sodorkan surat yang kemudian di tandangani oleh pemohon yang pemohon tidak mengetahui isinya;
- Bahwa pengambilan keputusan oleh termohon dalam hal telah menangkap pemohon adalah secara tidak langsung telah melekatkan statsu tersangka pada diri pemohon tanpa ada penetapan tersangka terlebih dahulu oleh pemohon, sehingga perbuatan termohon yang telah melakukan tindakan penangkapan kepada diri pemohon adalah tidak sah, karena tidak dilaksanakan berdasarkan hukum dan ketentuan yang berlaku menurut peraturan perundang-undangan;
- Penggunaan wewenang termohon dalam menetapkan status tersangka terhadap diri pemohon dilakukan untuk tujuan diluar kewajiban dan tujuan diberikannya wewenang termohon tersebut. Hal ini merupakan suatu bentuk tindak penyalahgunaan wewenang (Abuse of Power);
- Bahwa kenyataannya, penetapan status Tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon sama sekali tidak pernah didahului dengan proses pemanggilan serta permintaan keterangan terhadap diri pemohon, baik ditingkat penyelidikan maupun ditingkat penyidikan. Keputusan termohon untuk menetapkan status pemohon sebagai tersangka, tanpa pernah sama sekali memanggil dan/atau meminta keterangan pemohon secara resmi adalah Tindakan Yang Bertentangan Dengan Asas Kepastian Hukum Yang menjadi Fundamental Pelaksanaan Wewenang termohon;
b. Proses Penangkapan;
Dasar Hukum
- Pasal 1 Ayat (20) KUHAP menjelaskan bahwa Penangkapan adalah “Suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kekebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”
- Dasar atau Pertimbangan Surat Perintah Penangkapan sering menyebutkan “Untuk kepentingan penyelidikan dan/atau penyidikan tindak pidana, dan/atau bagi pelaku pelanggaran yang telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak datang tanpa ada alasan yang sah maka perlu mengeluarkan surat perintah ini”
 
Fakta Hukum
- Bahwa dalam proses penangkapan dilakukan oleh pihak termohon terhadap pemohon tidak sesuai dengan prosedur yakni : 
1) Pemohon ditangkap oleh pihak termohon tanpa disertai dengan surat tugas dan surat perintah penangkapan terlebih dahulu. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 Ayat 1 KUHAP menyatakan “Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan Surat Tugas serta memberikan kepada tersangka Surat Perintah Penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa;
2) Dalam pasal 37 perkapolri no 14 tahun 2012 ayat (1) dalam hal melakukan penangkapan setiap penyidik wajib: huruf a “memberitahu/menunjukan tanda identitas sebagai petugas Polri. Huruf b “menunjukan surat perintah penangkapan, kecuali dalam hal tertangkap tangan. Huruf c “memberitahukan alasan penangkapan dan hak-hak tersangka. Huruf d “menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman hukuman pada saat penangkapan.
3) Selanjutnya dalam pasal 40 Perkapolri No. 14 tahun 2012 ayat (1) menjelaskan “setelah melakukan penangkapan, penyidik/penyidik pembantu wajib membuat berita acara penangkapan sekurang-kurangnya memuat a. nama dan identitas penyidik/penyidik pembantu yang melakukan penangkapan dst…” pada ayat (2) setelah melakukan penagkapan, penyidik/penyidik pembantu wajib huruf a “menyerahkan 1 (satu) lembar surat perintah penangkapan kepada tersangka dan mengirimkan tembusanya kepada keluarga.
4) Pemohon sebelumnya tidak pernah dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi terlebih dahulu sebagai status saksi dalam perkara ini, sedangkan surat perintah penangkapan dikeluarkan apabila pelaku pelanggaran yang telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak datang tanpa alasan yang sah. Kita ketahui bersama bahwa penangkapan dilakukan 2 (dua) hari setelah ada laporan polisi dari korban, laporan polisi tanggal 13 Juni 2021, pemohon di tangkap oleh termohon tanggal 15 juni 2021 namun sampai dengan diajukannya gugatan ke pengadilan ini, Pemohon tidak penah di panggil terlebih dahulu untuk di mintai keterangan klarifikasi laporan;
5) Bahwa Termohon ditangkap tanpa ada surat yang dikeluarkan atau di berikan kepada keluarga pemohon sampai dengan saat ini sebagai tembusan oleh Termohon. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tindakan termohon yang telah melakukan penangkapan terhadap diri pemohon adalah tindakan melawan hukum dan dapat di mintai pertanggung jawabannya;
c. Proses Penahanan
Dasar Hukum
- Pasal 1 Ayat (21) KUHAP menyatakan bahwa Penahanan adalah “penempatan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”
- Pasal 20 Ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa “Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 11 berwenang melakukan penahanan”
- Pasal 21 Ayat (3) KUHAP menyatakan bahwa “Tembusan Surat Perintah Penahanan…harus diberikan kepada keluarga”
- Dasar Hukum Surat Perintah Penahanan salah satunya yaitu Surat Perintah Penyidikan terhadap perkara yang di laporkan atau diadukan;
- Pertimbangan Surat Perintah Penahanan “Untuk kepentingan penyidikan dan berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup, tersangka diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan, tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan/atau mengulangi tindak pidana, maka perlu dikeluarkan Surat Perintah ini”;
Fakta Hukum
- Bahwa dalam melakukan penahan penyidik wajib dilengkapi surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik yang kemudian tembusan surat perintah penahanan diberikan kepada keluarga pemohon, namun sampai dengan saat ini keluarga pemohon tidak menerima surat tembusan surat perintah penahanan samapai diajukannya gugatan ini, akibatnya keluarga pemohon tidak mengetahui keadaan pemohon sehingga menimbulakan rasa cemas dan kekhawatiran yang mendalam bagi keluarga pemohon; 
- Bahwa dengan tidak diberikannya tembusan surat perintah penahanan oleh termohon kepada keluarga pemohon maka dapat dipastikan perbuatan termohon bertentangan dengan pasal Pasal 21 Ayat (3) KUHAP menyatakan bahwa “Tembusan Surat Perintah Penahanan…harus diberikan kepada keluarga” Pemohon;
d. Pemohon Tidak Menerima SPDP
Dasar Hukum
- Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi atas Pemohonan Uji Materil Nomor Perkara : 130/PUU-XIII/2015 berbunyi : “Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya perintah penyidikan”
Fakta Hukum
- Bahwa terhadap diri pemohon sampai dengan saat ini tidak menerima tembusan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan dari Termohon, padahal dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Perkara : 130/PUU-XIII/2015 berbunyi : “Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya perintah penyidikan”.
- Bahwa dalam putusan a quo mengisyaratkan Surat Perintah Dimulanya Penyidikan (SPDP) wajib di serahkan kepada JPU, terlapor dan korban/pelapor, namun termohon tidak menyerahkan/membertahukan SPDP dimaksud kepada pemohon, sehingga jelaslah perbuatan Termohon adalah perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;;
Berdasarkan uraian dan penjelasan pemohon maka sudah dipastikan Penetapan diri pemohon sebagai Tersangka, penangkapan dan penahanan secara hukum adalah Tidak Sah dan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat. Oleh karena itu, perbuatan termohon yang menetapkan pemohon selaku Tersangka, melakukan tindakan penangkapan dan penahanan tanpa Prosedur adalah Cacat Yuridis/bertantangan dengan hukum. Akibat dari tindakan termohon telah mengalami Kerugian materiil dan Immateriil yang tidak dapat dihitung dengan uang, namun kepastian hukum dengan ini pemohon menentukan kerugian yang diderita adalah Rp. 20.000.000 (dua puluh Juta Rupiah);
C. PETITUM
Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka sudah seharusnya menurut hukum pemohon memohon agar Pengadilan Negeri Tilamuta berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut :
1. Menyatakan menerima dan mengabukan permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon yang telah di tahan adalah Tidak Sah dan tidak berdasar atas hukum;
3. Menyatakan Penangkapan dan penahanan terhadap pemohon oleh termohon tanpa adanya tembusan surat perintah penangkapan dan surat perintah penahanan kepada keluarga pemohon adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum;
4. Menyatakan segala tindakan TERMOHON atas diri termohon tanpa menyerahkan SPDP (Surat Perintah Dimulanya Penyidikan) kepada PEMOHON paling lambat 7 (tujuh) hari adalah bertentangan dengan hukum;
5. Menyatakan segala tindakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa pidana yang dilakukan Penangkapan dan Penahanan terhadap diri PEMOHON sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 81 ayat (3) dan pasal 82 ayat (2) UU R.I No 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU R.I No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak adalah Tidak Sah dan tidak berdasar atas hukum;dan oleh karenanya Penetapan a quo  tidak mempunyai kekuatan mengikat;
6. Menyatakan bahwa perbuatan TERMOHON yang menetapkan PEMOHON selaku tersangka, melakukan penangkapan dan penahanan tanpa prosedur adalah cacat yuridis/bertentangan dengan hukum dan membayar kerugian yang dialami pemohon sebesar Rp. 20.000.000 (dua puluh Juta Rupiah);
7. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka, penangkapan dan penahanan terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON;
8. Menyatakan PEMOHON dibebaskan dari Tahanan pihak Termohon;  
9. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo;
Demikian permohonan Praperadilan ini kami sampaikan.
Hormat kami,
Kuasa/Penasihat Hukum TERMOHON
 
 
PAWENNARI., SH., MH TAUFIK S. PANUA   SH
 
 
BUYUNG J. PULUHULAWA., SH., MH
Pihak Dipublikasikan Ya