Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TILAMUTA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
8/Pid.Pra/2020/PN Tmt Rianto Idrus Alias Ka Iko Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kapolda Gorontalo cq.Kapolres Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 16 Okt. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 8/Pid.Pra/2020/PN Tmt
Tanggal Surat Rabu, 16 Sep. 2020
Nomor Surat 8/Pid.Pra/2020/PN Tmt
Pemohon
NoNama
1Rianto Idrus Alias Ka Iko
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kapolda Gorontalo cq.Kapolres
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
Pohuwato, 15 Oktober 2020
Perihal : Permohonan Praperadilan
Lampiran : Surat Kuasa
 
Kepada Yang  Terhormat
Ketua Pengadilan Negeri Tilamuta
Di-
Tilamuta.
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini :
RISNO ADAM, SH.
WARTEN POLULI, S.H.
TAUPIK S. PANUA, S.H.,CPLC.
Ketiganya adalah Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum pada Kantor LEMBAGA BANTUAN HUKUM RUMAH RAKYAT JUSTICE FOR ALL KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO. BADAN  HUKUM  KEMENKUMHAM  RI  NO. AHU-0011307.AH.01.07 TAHUN 2019l. Trans Sulawesi  Desa Marisa Utara  Kec. Marisa Telp/Fax: 0852-5697-9159. WA. 0822-9180-8931. secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. bertindak untuk dan atas nama :
Nama : Rianto Idrus Alias Ka Iko
Tempat/Tgl Lahir : Dulupi 07-11-1972
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani/Pekebun
Alamat : Desa Kota Raja Kec. Dulupi Kab. Boalemo. Prov. Gorontalo
Dalam hal ini memilih domisili hukum pada alamat kuasanya tersebut diatas, untuk selanjutnya disebut sebagai -----------------------------------------------------PEMOHON;
Dengan ini PEMOHON mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Proses Penetapan Tersangka, dalam dugaan kejahatan terhadap kesusilaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 281 ke-1 KHUP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) oleh Kepolisian Resor Boalemo. Dimana dalam hal ini Proses Penetapan Tersangka yang dilakukan telah melanggar Hak Asasi Manusia PEMOHON,serta tidak terpenuhinya syarat formil dan syarat materiil dalam Penetapan Tersangka sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Pasal (1) angka 14,Pasal 18, dan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah dikenakan atas diri PEMOHON yang dilakukan oleh :
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH GORONTALO, cq. KEPALA KEPOLISIAN RESOR BOALEMO yang beralamat di Jalan Trans Sulawesi Nomor 117 Tilamuta 96313.
Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------- TERMOHON;
Bahwa adapun dasar alasan PEMOHON mengajukan Permohonan Praperadilan adalah sebagai berikut :
A. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERDILAN
1. Bahwa perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan adalah karena oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak yang memberikan suatu jaminan fundamental terhadap Hak Asasi Manusia khususnya Hak Kemerdekaan. Hak pada seseorang melalui suatu surat perintah tugas, menuntut seoarang pejabat atau aparatur negara yang melaksanakan Hukum Pidana Formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-bemar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan terhadap Hak-hak Asasi Manusia;
2. Bahwa keberadaan lembaga Praperadilan, sebagaimana yang diatur dalam Bab X Bagia Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP, secara jelas dan tegas dimaksud sebagai sarana control atas pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum). Sebagai upaya koreksi terhadap wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia setiap orang termasuk dalam hal ini PEMOHON;
3. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaiaman yang diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan Undang-Undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum didalam melakukan penyidikan atau penuntutan;
4. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya pakssa yang dilakukan penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, dilakukan secara professional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya;
5. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :
a. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang;
b. Ganti rugi dan rehabilitas merupakan upaya untuk melindungi warga Negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia;
c. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu;
d. Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan;
e. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka;
6. Bahwa apapun yang diuraikan di atas, yaitu lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit  dan ruh  atau jiwanya  KUHAP, yang berbunyi :
a. “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia  serta yang menjamin segala warganya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
b. “Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajiban dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kea rah tegaknya hukum, ekadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya Negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”;
Juga ditegaskan kembali dalam penjelasan umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi :
“Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mentabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”
7. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain daripada persoalan sah atau tidaknya penetapan tersangka, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitas bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP) juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 enyebutkan bahwa :
a. Tersangka, Terdakwa, atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;
b. Tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus disidng Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasa 77;
8. Bahwa mendasari substansi pada poin 1.7 diatas maka PEMOHON menjelaskan sebagai berikut:
- Bahwa tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang Penyidik maupun Penuntut Umum diantaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi Tersangka;
- Bahwa penetapan seseorang sebagai Tersangka, khususnya dalam perkara kejahatan terhadap kesusilaan tentunya menimbulkan akibat hukum terampasnya hak maupun harkat martabat seseorang in casu PEMOHON;
- Bahwa dengan ditetapkan seseorang menjadi Tersangka in casu PEMOHON tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentuan  dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan seseorang in casu PEMOHON telah dirampas;
- Bahwa akibat tindakan hukum yang dilakukan TERMOHON secara sewenang-wenang kepada PEMOHON telah mengakibatkan kerugian materil dan imateril;
9. Bahwa tindakan TERMOHON yang cacat yuridis sebagaimana yang dimaksud diatas dibuktikan dengan perkara a quo yang diawali dengan tindakan pengalihan status dari saksi menjadi tersangka terhadap PEMOHON tanpa  didasari 2 (dua) alat bukti yang sah;
10. Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan Kitab Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal ini tidak berarti kesalahan TERMOHON tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini melalui lembaga Praperadilan yang dibentuk untuk melindungi hak asasi manusia seseorang (tersangka) dari kesalahan/kesewenangan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini Penyidik Kepolisian. Tentunya, hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas telah diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 10 ayat (1) :
“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan menggalinya”
Pasal 5 ayat (1) :
“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
11. Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai tersangka merupakan salah satu proses dari system penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karena itu proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana yang diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau Perundang-Undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya Hak Asasi Manusia yang akan dilindungi tetap dpat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (Penetapan Tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan;
12. Bahwa beberapa putusan Praperadilan tentunya juga dapat dijadikan rujukan dan yurisprudensi dalam memeriksa perkara Praperadilan dan tindakan penyidik/penuntut umum yang pengaturannya di luar ketentuan Pasal 77 KUHAP. Tindakan lain yang salah/keliru atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum, tidak dapat dibiarkan tanpa adanya suatu koreksi. Jika kesalahan/kekeliruan atau pelanggaran tersebut dibiarkan, maka akan terjadi kesewenang-wenangan yang jelas-jelas akan mengusik rasa keadilan;
13. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 jo. Pasal 14 ayat (1) Peraturan kapolri No 12 Tahun 2009, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka;
14. Bahwa prosedur Penetapan Tersangka in casu PEMOHON, yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan melalui lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit, atau ruh dan jiwa KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi :
“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objetif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar
Pasal 28 D ayat 91) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menentukan bahwa :
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga Negara.
B. ALASAN PENGAJUAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. URAIAN FAKTA
a. Bahwa PEMOHON adalah seorang masyarakat biasa berusia 47 tahun. PEMOHON pada waktu itu sebagaimana dugaan TERMOHON yang telah melakukan kejahatan terhadap kesusilaan terhadap Pr Asrawati Torhope alias Popi didasari oleh antara PEMOHON dan Pr Asrawati Torhope pada hari senin tanggal 28 Oktober 2019 Pr Asrawati Torhope datang dirumah PEMOHON meminta bantuan mencari orang pintar untuk bisa membantu suami Pr Asrawati Torhope di Desa Mustika  Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo;
b. Bahwa kemudian dengan dasar permintaan Pr Asrawati Torhope dan juga Pr Asrawati Torhope masih ada hubungan keluarga dengan PEMOHON, maka dengan itu secara ihlas PEMOHON  membantu dan mengantar Pr Asrawati Torhope di Desa Mustika  Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo dan sempat bertemu dengan orang tersebut yang bernama Patenga Meni pada hari itu sekitar jam 17.00 wita;
c. Bahwa kemudian setelah selesai urasan Pr Asrawati Torhope dengan Patenga Meni tersebut, kami PEMOHON dan Pr Asrawati Torhope langsung balik arah ke Desa Kota Raja Kecamatan Dulupi kabupaten Boalemo (kerumah masing-masing) dengan jalan melewati jalan pintas melalui jalan Bongo satu tembus jalan Bongo Nol dan sudah sampe di Desa Kota Raja Pr Asrawati Torhope masih kerumah PEMOHON dan sempat bertanya pamit Pr Asrawati Torhope kepada istri PEMOHON langsung pulang kerumah Pr Asrawati Torhope;
d. Bahwa dengan niat baik PEMOHON telah membatu Pr Asrawati Torhope justru kaget PEMOHON, dimana Asrawati Torhope telah melaporkan PEMOHON ke kantor Desa Kota Raja Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo pada besok hari dan PEMOHON langsung mendapat undangan dari kepala Desa Kota Raja Kecamatan Dulupi dan dilakukan musyawarah sekitar jam 3 sore yang dihadiri Ibu kepala Desa Kota Raja, Babinkantibmas serta aparat Desa Kota raja, dan pada saat musyawarah tersebut Pr Asrawati Torhope telah menceritakan perjalanan antara PEMOHON dengan Asrawati Torhope balik arah pulang ke Desa Kota Raja Kec. Dulupi dari Desa Mustika Kec Paguyaman, kemudian Babinkantibmas bertanya kepada Pr Asrawati Torhope baru apa yang ti K Iko dan bekeng pati Ibu? jawaban Pr Asrawati Torhope tidak ada yang di bekeng oleh K Iko. Trus Babinkantibmas kembali bertanya lagi kepada Pr Asrawati Torhope dengan pertanyaan baru apa ibu melaporkan ini? Jawaban Pr Asrawati Torhope saya keberatan kepada PEMOHON di suruh bergantian bawa motor;
e. Bahwa PEMOHON telah benar menawarkan bergantian bawa motor kepada Pr Asrawati Torhope dan jawaban Pr Asrawati Torhope kepada PEMOHON, saya tako metabaNting Pali (nama panggilan PEMOHON Pali Iko yang sering dipanggil oleh Pr Asrawati Torhope serta keluarga lainnya) sehingga tidak terjadi pergantian mengemudi sepeda motor pada saat itu, sehingga tetap masih PEMOHON yang mengemudikan motor tersebut, kemudian Babinkantibmas bersuara kalau bagitu ibu Asrawati Torhope kita buatkan berita acara hasil musyawarah, jawaban ibu Asrawati Torhope iya pak dan pada saat penandatangan berita acara musyawarah tiba-tiba datang ibu mertua ibu Asrawati Torhope telah keberatan dan bersuara jagan tanda tangan itu berita cara Popi, sehingga berita acara musyawarah tersebut sampai dengan sekarang belum tertandatangani;
f. Bahwa kemudian dengan hasil musyawarah di Desa Kota Raja belum selesai namun PEMOHON beberapa hari kemudian PEMOHON dapat undangan Klarifikasi dari Penyidik Polsek Dulupi Kecamatan Dulupi dan PEMOHON hadiri undangan tersebut sehingga perkara tersebut tidak lanjut di Polsek Dulupi;
g. Bahwa kemudian lagi PEMOHON telah dapat undangan klarifikasi dari Resor Boalemo tanggal 14 September 2020 dan PEMOHON hadiri undangan tersebut namun dengan begitu mudah TERMOHON telah menetapkan PEMOHON sebagai tersangka tanpa didasari dengan kronologis yang nyata dan fakta atas perbuatan-perbuatan PEMOHON kepada Pr Asrawati Torhope kalau memang tuduhan itu terjadi, maka sudah patut pada pemeriksaan awal oleh pemerintah Desa Kota Raja dan Polsek Dulupi sudah terbukti PEMOHON telah melakukan kejahatan terhadap kesusilaan kepada Pr Asrawati Torhope tersebut; 
h. Bahwa berdasarkan uraian diatas telah terjadi penetapan tersangka oleh penyidik Reskrim Resor Boalemo terhadap diri PEMOHON, atas tindakan TERMOHON telah melanggar Hak Asasi Manusia.
i.
2. TENTANG HUKUMNYA
Bahwa baik terhadap Proses Penetapan Tersangka, tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (due process of law).
 
a. Proses Penetapan Tersangka;
Dasar Hukum
- Pasal 1 Ayat (14) KUHAP menjelaskan bahwa Tersangka adalah “Seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”;
- Selanjutnya, dalam Pasal 66 Ayat (1) dan (2) Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2014 tentang Tentang Manajmen Tindak Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:
1) Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh Penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti;
2) Syarat penetapan tersangka diatur dalam KUHAP yang kemudian telah disempurnakan dengan adanya Putusan mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dimana dalam putusan tersebut bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan 
a) Minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan
b) Disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.
3) Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara.
 
Fakta Hukum
- Bahwa penetapan seseorang menjadi tersangka oleh TERMOHON adalah salah satu bentuk nyata dari pengambilan keputusan oleh TERMOHON. Sehingga penetapan menjadi tersangka dimaksud terikat pada aturan dasar. (in casu melanggar aturan dasarnya atau tidak mempunyai dasar hukum);
- Pengambilan keputusan oleh TERMOHON untuk menetapkan PEMOHON sebagai tersangka adalah tidak sah, karena tidak dilaksanakan berdasarkan hukum dan ketentuan yang berlaku menurut peraturan perundang-undangan;
- Penggunaan wewenang TERMOHON dalam menetapkan status tersangka terhadap diri PEMOHON dilakukan untuk tujuan diluar kewajiban dan tujuan diberikannya wewenang TERMOHON tersebut. Hal ini merupakan suatu bentuk tindak penyalahgunaan wewenang (Abuse of Power).
 
Fakta Hukum
- Bahwa beradarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana diketahui tahapan administrasi perkara pidana yang diatur dalam Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : 518/A/J.A/11/2011 tertanggal 1 November Tahun 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung republic Indonesia Nomor 132/JA/11/1994 yang menunjukan tahapan dari proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana. Dalam hal prapenuntutan, penyidikan melalui beberapa tahapan atau proses administrasi :
a. Adanya Surat Perintah Penyidikan/SPRINDIK atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP);
b. Rencana Jadwal Kegiatan Penyidikan;
c. Surat Pemanggilan Saksi;
d. Surat Pemebritahuan Peralihan Status Tersangka;
e. Surat Pemanggilan Tersangka.
Sedangkan pada kenyataannya proses atau prosedur administrasi tersebut diatas tidak ditempuh oleh TERMOHON sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Pidana Umum.
Berdasarkan uraian dan penjelasan PEMOHON maka sudah dipastikan Penetapan diri PEMOHON sebagai tersangka, secara hukum adalah Tidak Sah dan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat. Oleh karena itu, perbuatan TERMOHON yang menetapkan PEMOHON selaku Tersangka, tanpa Prosedur adalah Cacat Yuridis/bertantangan dengan hokum. Akibat dari tindakan TERMOHON telah mengalami Kerugian sebagai berikut: 
1) Kerugian materiil dimana dengan adanya laporan Polisi Nomor : LP/20/XI/2019/Sek-Dulupi tanggal 01 November 2019 Pr Asrawati Torhope alias Popi telah merugikan PEMOHON telah bolak balik menghadapi laporan sejak laporan dari pemerintah Desa Kota Raja, Polsek Dulupi dan kemudian Resor Baolamo, apabila dihitung dengan uang sebesar Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah); 
2) Bahwa selain kerugian materiil diatas, PEMOHON telah mengalami stres, malu dan terhina dituduh melakukan kejahatan terhadap kesusilaan, sehingga patut dituntut kepada TERMOHON dihukum membayar kerugian Immateriil sebesar 1.000.000.000 (satu miliyar rupiah).
 
 
 
C. PETITUM
Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka sudah seharusnya menurut hukum PEMOHON memohon agar Pengadilan Negeri Tilamuta berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut :
1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Sidik / 67 / X / RES.1.24 / 2020 / Reskrim, Tanggal 02 Oktober 2020 adalah Tidak Sah dan cacat Prosedur dan Cacat Yuridis.
3. Menyatakan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : S.Tap/77/X/Res 1.24/2020 tanggal 13 Oktober 2020 dan surat panggilan adalah Tidak Sah atau batal demi hukum.
4. Menyatakan segala tindakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh TERMOHON terkait peristiwa pidana yang dilakukan Penetapan tersangka terhadap diri PEMOHON sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 281 Ke-1 KUHP  adalah Tidak Sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya Penetapan a quo  tidak mempunyai kekuatan mengikat.
5. Menyatakan bahwa perbuatan TERMOHON yang menetapkan PEMOHON selaku tersangka tanpa prosedur adalah cacat yuridis/bertentangan dengan hukum dan membayar kerugian Materiil sebesar Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan kerugian Immateriil sebesar 1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah) kepada PEMOHON secara kes dan seketika.
6. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkaitan dengan terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON batal demi hukum.
7. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.
Demikian permohonan Praperadilan ini kami sampaikan.
Pohuwato, 15 Oktober 2020
Hormat kami,
Kuasa/Penasihat Hukum PEMOHON
 
 
 
RISNO ADAM, S.H.,CPLC.      WARTEN POLULI, S.H.     TAUPIK S. PANUA, S.H.,CPLC.
Pihak Dipublikasikan Ya