Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TILAMUTA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
7/Pid.Pra/2020/PN Tmt Suardi Latif Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BPPHLKH Wilayah Sulawesi Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 12 Okt. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 7/Pid.Pra/2020/PN Tmt
Tanggal Surat Senin, 12 Okt. 2020
Nomor Surat 7/Pid.Pra/2020/PN Tmt
Pemohon
NoNama
1Suardi Latif
Termohon
NoNama
1Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BPPHLKH Wilayah Sulawesi
2Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi Seksi Wilayah III Manado Cq. Kepala Seksi Wilayah III Balai Gakkum Sulawesi Cq. PPNS Balai PPHLHK Wilayah Sulawesi Seksi Wilayah III Sulawesi
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
PERMOHONAN PRAPERADILAN
ATAS NAMA PEMOHON
 
SUARDI LATIF
SEBAGAI PEMOHON
TERHADAP
PENETAPAN TERSANGKA TERTANGKAP TANGAN 
atas dugaan perkara TINDAK PIDANA KEHUTANAN sebagaimana dimaksud dalam rumusan Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 88 ayat 1 huruf (a), berbunyi: “Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
MELAWAN
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDRAL PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN 
BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN 
SEKSI WILAYAH III MANADO
CQ. Kepala Seksi WILAYAH III BALAI GAKKUM SULAWESI
CQ. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Balai PPHLHK Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah III Sulawesi
SEBAGAI TERMOHON
11 Oktober 2020
Perihal : PERMOHONAN PRAPERADILAN 
 
KEPADA YTH : 
KETUA PENGADILAN NEGERI TILAMUTA
DI – 
Boalemo
 
Dengan hormat, 
Yang bertanda tangan dibawah ini : 
RUMIATY TAYABU, S.H
RIDWAN ABDUL, S.H
ANITA R. MASILI, SH.i
 
Ketiganya Adalah Advokat/Pengacara/Konsultan Hukum di Kantor Pengacara LAW OFFICE RUMIATY TAYABU, S.H & PARTNER’S, Alamat Jl. Amal Modjo No. 17 Desa Ombulo Kec. Limboto  Barat Kab. Gorontalo, No-Hp. 08124474930, Baik Bertindak Sendiri-Sendiri Maupun Secara Bersama-Sama, yang dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 29 September 2020 telah bertindak untuk dan atas nama : 
SUARDI LATIF alias SUADI, Tempat dan Tanggal Lahir  Tilamuta, 16 Juli 1975, Jenis Kelamin Laki laki, Agama Islam, Pekerjaan Wiraswasta, Alamat Dusun V Modini Desa Piloliyanga Kec. Tilamuta Kab. Boalemo Prov. Gorontalo, selanjutnya disebut sebagai ….……………………………………………...…. PEMOHON PRAPERADILAN
Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan melawan : 
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDRAL PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN WILAYAH SULAWESI SEKSI WILAYAH III MANADO CQ. Kepala Seksi WILAYAH III BALAI GAKKUM SULAWESI CQ. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Balai PPHLHK Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah III berkedudukan hukum di Jl. Babe, Palar, Rike, Kelurahan Wanea – Manado, Sulawesi Utara, sehubungan dengan status Pemberi Kuasa sebagai Tersangka operasi tangkap tangan sebagaimana pemberitahuan surat penetapan Tersangka Nomor :  SP.Tsk/12/BPPHLHK.3/SW-III/PPNS/09/2020 atas nama SUARDI LATIF mengajukan Praperadilan pada Pengadilan Negeri Tilamuta, berkedudukan hukum di Jl. ahmad Yani,, Lamu, Tilamuta, Lamu, Boalemo, Kabupaten Boalemo, Gorontalo 96263, selanjutnya disebut..……………………………………………….…… TERMOHON PRAPERADILAN
 
Adapun alasan-alasan Permohonan Praperadilan adalah sebagai berikut : 
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
 
1. Bahwa adapun dasar permohonan praperadilan ini diajukan dalam pemeriksaan praperadilan, selain dari pada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP) juga meliputi TINDAKAN LAIN sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 KUHAP menyebutkan bahwa :
- Pasal 95 ayat (1) “Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang -undang atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan” ;
- Pasal 95 ayat (2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang -undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77;
Bahwa dengan kata lain Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) pada pokoknya merupan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan kewenangannya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar hak asasi manusia atau harkat martabat kemanusian atau merugikan seseorang, In casu Para Pemohon oleh karena itu tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menjadi objek permohonan praperadilan;
2. Bahwa menurut pasal 77 KUHAP, Praperadilan berwenang memeriksa dan memutus tentang :
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan ternyata pasal 77 KUHAP huruf A telah diuji di Mahkama Konstitusi melalui putusan No.21/PUU-XII/2014 tanggal28 April 2014 yang amar putusannya mengatakan bahwa penetapan status Tersangka adalah bagian dari pada objek gugatan Praperadilan. Jadi keputusan ini menambah secara tegas pasal 77 KUHAP huruf A tersebut;
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Bahwa ternyata keputusan Mahkama Konstitusi tertanggal 28 April 2014No.21/PUU-XII/2014 telah memperluas kewenangan Praperadilan yang berwenang memeriksa dan memutuskan tentang sah atau tidaknya penetapan Tersangka.
Bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi Tersangka maka penyidik harus telah memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti untuk membuktikan masing-masing unsur dari pada tindak pidana yang disangkakan karena kalau salah satu unsur tidak terbukti maka Tersangka harus dinyatakan tidak memenuhi unsur dari pasal pidana yang disangkakan.
Bahwa tindakan Termohon yang menjadikan Pemohon Praperadilan Tersangka dalam perkara tindak pidana tangkap tangan ini adalah tidak sah karena bukan perbuatan Pemohon Praperadilan berdasarkan fakta yang ada.
Bahwa tindakan Termohon tersebut adalah tindakan pelanggaran HAM berat bagi Pemohon/Tersangka karena Pemohon Praperadilan sama sekali tidak melakukan perbuatan melawan hukum dan tidak pernah melakukan kesalahan dalam perkara ini. “ Azas Hukum mengatakan Geen Straf ZonderSchuld Tiada Hukuman Tanpa Kesalahan “
3. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
4. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
5. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
6. Dan lain sebagainya
6. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
• [dst]
• [dst]
• Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
• Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
7. Bahwa mendasari subtansi tersebut diatas maka pemohon menjelaskan sebagaimana berikut :-Tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang Termohon dalam hal melakukan penyitaan terhadap :
Mobil Pick Up dengan Nomor Register DM 8495 CB Merek SUZUKI CARRY Type S Pick Up warna Hitam tahun pembuatan 2018 atas Nama KARMAN NASIBU
Bahwa tindakan lain dimaksudkan tersebut diatas dilakukan oleh Termohon tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang, dimana terhadap tindakan penyitaan suatu barang haruslah berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dimana penyitaan terhadap suatu objek barang telah diatur dengan jelas pada ketentuan Pasal 38 KUHAP jo Pasal 129 KUHP yaitu :
- Pasal 38 ayat (1) KUHAP “Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat” ;
- Pasal 38 ayat (2) KUHAP “dalam keadaan sangat perlu dan mendesak bila mana penyidik harus bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangai ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya” ;
- Pasal 129 KUHAP ayat (1) “Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada keluarganya dan dapat diminta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi” ;
- Pasal 129 KUHAP ayat (2) “penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang dari manabenda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditanda tangani oleh penyidik maupun orang atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi” ;
- Pasal 129 KUHAP ayat (3) “dalam hal orang dari mana benda itu disita atau keluarganya tidak mau membubuhkan tanda tangannya hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya” ;
- Pasal 129 KUHAP ayat (4) “turunan dari berita acara itu disampaikan oleh penyidik kepada atasannya, orang dari mana benda itu disita atau keluarganya atau kepala desa” ;
8. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
 
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN.
A. FAKTA-FAKTA
 
1. Bahwa pada tanggal 17 september 2020 sekitar pukul 06.00 pagi terjadi operasi razia di Desa Ayuhulalo Dusun 3(tiga) Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo yang dilaksanakan oleh GAKKUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOALEMO, dimana pada saat itu petugas GAKKUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOALEMO berhasil menjaring seorang supir mobil pickup yang bernama MIRWAN NURHUDA alias CUN dengan kedua oarng pembantu supir yang bernama ONI DAHIBA dan NONENG dimana ketiganya menurut keterangan di Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti yang dilakukan oleh Saudara DENNY MAWIKERE, S.H dan SANIE YOHANIS TOGAS selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada kantor BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN WILAYAH SULAWESI SEKSI WILAYAH III MANADO sedang mengangkut 42 ujung batang pohon kayu yang telah di potong-potong dengan ukuran 6cm x 10cm x 600cm untuk di antarkan ke rumah  Pemohon;
2. Bahwa hasil penelusuran Pemohon mengenai bagaimana terjadinya penyitaan tersebut yang dikonfirmasi langsung oleh Pemohon kepada GAKKUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOALEMO yang mengatakan mobil SUZUKI tersebut terjaring razia dan mengamankan sopir pembawa kayu dan 2(dua) pembantu;
3. Bahwa apabila mobil/kendaraan SUZUKI tersebut dengan nomor Polisi DM 8495 CB dianggap oleh Termohon mengangkut hasil kayu secara illegal maka dapatlah dikatakan pembawa mobil/kendaraan tersebut tertangkap tangan dan tentunya pasti telah dilakukan penahanan dan penetapan Tersangka terhadap orang tersebut akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Termohon ;
4. Bahwa kendaraan yang disita oleh Termohon yang di kendarai oleh supir dan 2 (dua) orang pembantu supir tidak dilakukan penahanan atau dijadikan Tersangka oleh Termohon karena kewenangan tersebut berada ditangannya sebagai penegak hukum guna melakukan proses penyidikan dalam perkara TINDAK PIDANA KEHUTANAN sebagaimana dimaksud dalam rumusan Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 88 ayat 1 huruf (a), berbunyi: “Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;
5. Bahwa kayu yang diangkut oleh Ketiga orang yang terjaring razia tangkap tangan tersebut di atas memang di pesan oleh Pemohon akan tetapi belum terjadi transaksi jual beli antara Pemohon dan Pemilik kayu yang sebenarnya, transaksi pembelian kayu baru akan terjadi ketika si pemilik kayu telah mengantarkan kayu tersebut sampai pada rumah Pemohon;
6. Bahwa pada saat kejadian operasi tangkap tangan tersebut Pemohon berada di rumahnya di Dusun V Modini Desa Piloliyanga Kec. Tilamuta Kab. Boalemo Prov. Gorontalo dan tidak mengetahui sama sekali perihal terjadinya  operasi razia di Desa tersebut, Pemohon baru mengetahui adanya operasi razia dari supir yang akan mengantarkan kayu kepada Pemohon melalui percakapan telepon dimana pada saat itu supir dan 2(dua) orang pembantu supir sedang di mintai keterangan oleh GAKKUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOALEMO yang memeriksa perkara tersebut;
7. Bahwa pada saat kejadian PEMOHON diperintahkan menghadap di DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOALEMO oleh saudara HENDRO secara LISAN melalui saudara ISMAIL MAHAJANI di rumah PEMOHON sekitar pukul 11.00 siang, dan pada saat itu juga Pemohon mengikuti saudara ISMAIL MAHAJANI ke kantor yang dimaksud untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai kejadian perkara sekaligus memberikan klarifikasi mengenai permasalahan yang menyeret nama PEMOHON sesuai dengan keterangan supir dan 2 orang pembantu supir pick up, sekitar pukul 12.00 siang PEMOHON di ambil keterangannya oleh saudara NANANG selaku GAKKUM DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI GORONTALO;
Bahwa barang bukti yang dimaksudkan oleh TERMOHON yakni Mobil Pick Up dengan Nomor Polisi DM 8495 CB Merek SUZUKI Carry Type S Pick Up warna Hitam tahun pembuatan 2018 atas Nama KARMAN NASIBU yang sampai pada saat ini masih terikat kontrak kredit di INDOMOBIL FINANCE INDONESIA  yang mengangkut 42 ujung kayu yang juga menjadi barang bukti memalui surat tanda Terima Penerimaan Barang Bukti pada hari senin 18 September 2020 pukul 09.25 pagi bukanlah milik PEMOHON
Sehinggnya PEMOHON menilai kurang tepat dugaan perkara TINDAK PIDANA KEHUTANAN sebagaimana dimaksud dalam rumusan Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 88 ayat 1 huruf (a), berbunyi: “Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” yang di sangkakan kepada PEMOHON oleh TERMOHON
8. Bahwa Pemohon sama sekali tidak tahu menahu atas peristiwa mobil/kendaraan SUZUKI terjaring razia yang dilkukan oleh Termohon, bahwa konotasi dari kata terjaring tersebut dapatlah diartikan sebagai tertangkap tangan, apabila mobil tersebut digunakan sebagai alat tindak pidana sebagaimana dimaksud oleh Termohon maka tentunya yang membawa mobil/kendaraan SUZUKI menurut penilaian dari Pemohon sudah pasti akan ditetapkan sebagai Tersangka;
9. Bahwa pada tanggal 20 September 2020 Pemohon diminta kembali secara lisan datang ke kantor DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOALEMO untuk dilakukan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) oleh Penyidik dari BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN WILAYAH SULAWESI SEKSI WILAYAH III MANADO, dan kemudian pada tanggal 25 September 2020 dilakukan lagi BAP (Berita Acara Pemeriksaan) oleh oleh penyidik yang sama yang didatangkan langsung dari Manado ke DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOALEMO;
10. Bahwa pada tanggal 28 September terbitlah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan Nomor : S.181/BPPHLHK.3/SW-III/PPNS/9/2020 bersamaan dengan terbitnya surat Penetapan tersangka Nomor : SP.Tsk/12/BPPHLHK.3/SW-III/PPNS/09/2020 tanpa adanya BAP (Berita Acara Pemeriksaan) sebagai status TERSANGKA dari penyidik yang berwenang melakukan penyidikan dalam perkara tindak pidana yang di sangkakan pada Pemohon yakni dugaan perkara TINDAK PIDANA KEHUTANAN sebagaimana dimaksud dalam rumusan Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 88 ayat 1 huruf (a), berbunyi: “Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;
11. Bahwa dalam penetapan tersangka oleh Termohon yang berdasarkan Berita Acara Tertangkap Tangan terdapat kekeliruan yang menurut Pemohon tidak tepat, karena pada saat Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan Oleh Gakkum Dinas Kehutanan Boalemo yang tertangkap tangan mengangkut kayu olahan tersebut adalah sopir mobil pickup yang bernama MIRWAN NURHUDA alias CUN dengan kedua oarng pembantu supir yang bernama ONI DAHIBA dan NONENG bukannya Pemohon yang pada saat kejadian berada d rumahnya;
12. Bahwa dengan ditetapkannya Pemohon Suardi Latif sebagai Tersangka, maka cukup beralasan hukum bagi Pemohon untuk menggunakan hak mengajukan Praperadilan sebagaimana telah dijamin dan diatur sebagaimana berdasarkan Putusan Mahkama Konstitusi (MK) No.21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014 tentang obyek praperadilan diperluas sehubungan dengan adanya status Penetapan Tersangka.
 
B. TIDAK PERNAH DILAKUKAN  BAP SEBAGAI TERSANGKA ATAS DIRI PEMOHON
1. Bahwa sebagaimana diakui oleh PEMOHON, bahwa penetapan tersangka atas diri Pemohon baru diketahui oleh Pemohon berdasarkan surat penetapan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor SP.Tsk/12/IBPPHLHK.3/SW-III/PPNS/09/2020 tertanggal 28 September 2020, pada tanggal 28 September terbitlah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan Nomor : S.181/BPPHLHK.3/SW-III/PPNS/9/2020 bersamaan dengan terbitnya surat Penetapan tersangka Nomor : SP.Tsk/12/BPPHLHK.3/SW-III/PPNS/09/2020 tanpa adanya BAP (Berita Acara Pemeriksaan) sebagai status tersangka dan lagi-lagi tanpa adanya surat panggilan resmi dari penyidik yang berwenang melakukan penyidikan dalam perkara tindak pidana yang di sangkakan pada Pemohon, bahwa apabila mengacu kepada surat penetapan tersebut, tidak pernah ada surat undangan sebagai saksi, surat perintah penyelidikan kepada Pemohon dan Tidak dilakukan BAP (berita Acara Pemeriksaan) sebagai tersangka Padahal sesuai Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Polisi memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan.
2. Bahwa pada tanggal 29 Septerber 2020 Pemohon masih diminta untuk menandatangani berkas penyitaan barang bukti tambahan akan tetapi barang bukti tambahan yang dimaksudkan tidaklah termasuk dalam unsur pasal yang di sangkakan kepada PEMOHON yang di tetapkan sebagai tersangka tangkap tangan sesuai pasal yang disangkakan yakni perkara TINDAK PIDANA KEHUTANAN sebagaimana dimaksud dalam rumusan Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 88 ayat 1 huruf (a), berbunyi: “Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” ;
3. Bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan Penyidik, dimana berkas perkara telah dinyatakan lengkap untuk menetapkan PEMOHON sebagai tersangka, akan tetapi masih dilakukan pemanggilan untuk menandatangani berkas penyitaan barang bukti tambahan sebagai tersangka tangkap tangan, dengan demikian sangat bertentangan dengan makna sesungguhnya dari pengertian “PENYIDIKAN” itu sendiri. Hal mana dalam proses penyelidikan belum ada tersangka, kalaupun ada orang yang diduga pelaku tindak pidana. Sedangkan penetapan tersangka merupakan proses yang terjadi kemudian, letaknya di akhir proses penyidikan. Menemukan tersangka menjadi bagian akhir dari proses penyidikan. Bukan penyidikan baru ditemukan tersangka. Hal itu sesuai dengan Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP.
4. Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum;
5. Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
6. Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.
7. Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan 2 hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah diterbitkannya surat perintah penyelidikan atas diri pemohon, maka dapat dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpat surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.
C. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
1. Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan TINDAK PIDANA KEHUTANAN sebagaimana dimaksud dalam rumusan Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 88 ayat 1 huruf (a), berbunyi: “Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” oleh BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN WILAYAH SULAWESI SEKSI WILAYAH III MANADO)  kepada Pemohon berdasar pada 2 Keterangan Saksi, Berita acara Tertangkap tangan, Barang Bukti hal ini berdasar pada surat penetapan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor SP.Tsk/12/IBPPHLHK.3/SW-III/PPNS/09/2020 tertanggal 28 September 2020
2. Bahwa sebagaimana diketahui tersangka tangkap tangan semestinya adalah orang yang ditangkap bersama barang bukti dan bukan orang lain yang berada di luar wilayah tangkap tangan, yang seharusnya menjadi saksi bukannya tersangka tangkap tangan tersebut, dimana menurut PEMOHON masih terdapat kekurangan salah satunya alat bukti yang harus dilengkapi baik secara formil maupun materiil untuk menetapkan dirinya sebagai tersangka tangkap tangan dalam dugaan tindak pidana yang dituduhkan oleh TERMOHON.
3. Bahwa melalui surat penetapan tersangka Nomor : SP.Tsk/12/IBPPHLHK.3/SW-III/PPNS/09/2020 tertanggal 28 September 2020 oleh Kepala Seksi Selaku Penyidik Pegawai Negeri sipil terlah jelas menetapkan tersangka kepada pemohon tetapi pemohon masih dipaksa untuk menandatangi berkas peyitaan barang bukti tambahan yang menurut pemohon tidak ada sangkut pautnya dengan tindak pidana yang dituduhkan pada tersangka sebagai pemohon. Jikapun termohon sudah menetapkan status tersangka berarti sudah memenuhi 2(dua) alat bukti yang sah lalu mengapa kemudian masih memerlukan tambahan bukti lagi yang tidakada hubungannya dengan operasi tangkap tangan, antara lain 2 barang bukti yang dimaksud oleh TERMOHON adalah sebagai Berikut :
1) Bahwa barang bukti yang dimaksudkan oleh TERMOHON yakni Mobil Pick Up dengan Nomor Polisi DM 8495 CB Merek SUZUKI Carry Type S Pick Up warna Hitam tahun pembuatan 2018 atas Nama KARMAN NASIBU yang sampai pada saat ini masih terikat kontrak kredit di INDOMOBIL FINANCE INDONESIA  yang mengangkut 42 ujung kayu yang juga menjadi barang bukti memalui surat tanda Terima Penerimaan Barang Bukti pada hari senin 18 September 2020 pukul 09.25 pagi bukanlah milik PEMOHON.
2) Bahwa kayu yang di jadikan barang bukti oleh TERMOHON belum menjadi milik PEMOHON sehingga untuk mencapai syarat-syarat sebagai barang bukti tidaklah cukup kuat karena kayu yang diangkut oleh Ketiga orang yang terjaring razia tangkap tangan tersebut di atas memang di pesan oleh Pemohon akan tetapi belum terjadi transaksi jual beli antara Pemohon dan Pemilik kayu yang sebenarnya, transaksi pembelian kayu baru akan terjadi ketika si pemilik kayu telah mengantarkan kayu tersebut sampai di rumah Pemohon;
4. Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
5. Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan perkara TINDAK PIDANA KEHUTANAN sebagaimana dimaksud dalam rumusan Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 88 ayat 1 huruf (a), berbunyi: “Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” oleh Kepala Seksi Selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
6. Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Pemohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
D. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA TANGKAP TANGAN YANG SALAH SASARAN OLEH PENYIDIK YANG MEMERIKSA PERKARA
1. Bahwa merujuk pada pasal 1 angka 19 KUHAP, yaitu
“Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang :
1. pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau
2. dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau
3. sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau
4. apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana ituyang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu”.
Bila tidak memenuhi itu maka tindakan tangkap tangan tidak sah.
Selain itu dilihat juga apakah saat melakukan penangkapan penyidik membawa surat perintah, surat tugas, surat penangkapan dsb. Bila tidak maka penangkapan tidak sah.
2. Bahwa Istilah OTT tidak dikenal dalam KUHAP namun terdapat istilah Tertangkap Tangan dan Penangkapan. Berikut adalah beberapa makna dari istilah Tertangkap Tangan, yakni:
1) Tertangkap tangan adalah Kedapatan waktu melakukan kejahatan atau perbuatan yang tidak boleh dilakukan, tertangkap basah.
2) Tertangkan tangan sama dengan “heterdaad” kedapatan tengah berbuat  tertangkap basah, pada waktu kejahatan tengah dilakukan atau tidak lama sesudah itu diketahui orang.
3) Penyidikan delik tertangkap tangan berasal dari Perancis, dimana sejak zaman Romawi telah dikenal delik tetangkap tangan yaitu delik yang tertangkap sedang atau segera setelah berlangsung yang mempunyai akibat-akibat hukum yang berbeda dengan delik lain, dan
4) Dalam delik tertangkap tangan disebut oleh orang: i) Romawi delictum flagrans; ii) Jerman atau Belanda kuno handhaft (ig) e daet dan versche daet; iii) Perancis flagrant delit; iv) Jerman frische tat
Namun demikin, apakah pengertian Tertangkap Tangan menurut KBBI dan Kamus Hukum tersebut sama dengan apa yang telah dirumuskan dalam perundang-undangan yang saat ini berlaku. Dalam hal ini, penulis akan mencoba untuk memberikan gambaran tentang pengertian Tertangkap Tangan yang diatur dalam KUHAP yang merupakan peraturan hukum formil dalam pemeriksaan suatu dugaan tindak pidana.
Pasal 1 butir 19 KUHAP yang berbunyi:
“Terangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu mel akukan tindak pidana itu.”
E. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
1. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.
3. Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’
4. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
5. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :
- ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
- dibuat sesuai prosedur; dan
- substansi yang sesuai dengan objek Keputusan
6. Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.
7. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
• “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
• Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
8. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Tilamuta yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
 
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tilamuta yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
1. Menyatakan diterima permohonan PEMOHON Praperadilan untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan TERMOHON menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan perkara TINDAK PIDANA KEHUTANAN sebagaimana dimaksud dalam rumusan Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 88 ayat 1 huruf (a), berbunyi: “Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” oleh TERMOHON adalah tidak sah dan tidak berdasarkan asas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri PEMOHON oleh TERMOHON;
4. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada PEMOHON;
5. Memerintahkan kepada TERMOHON mengembalikan barang bukti Mobil Pick Up dengan Nomor Polisi DM 8495 CB Merek SUZUKI Carry Type S Pick Up warna Hitam tahun pembuatan 2018 atas Nama KARMAN NASIBU kepada pemilik sebenarnya;
6. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabat PEMOHON;
7. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tilamuta yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tilamuta yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Limboto, 11 Oktober 2020
Hormat kami,
 
 
RUMIATY TAYABU, S.H
 
 
 
 
 
RIDWAN ABDUL, S.H
 
 
 
 
ANITA R. MASILI, SH.i
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pihak Dipublikasikan Ya