Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TILAMUTA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2019/PN Tmt Nova Meyti Tamba Alias Nova Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo Cq.Kepala Kepolisian Resor Boalemo Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 01 Okt. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2019/PN Tmt
Tanggal Surat Selasa, 01 Okt. 2019
Nomor Surat 3/Pid.Pra/2019/PN Tmt
Pemohon
NoNama
1Nova Meyti Tamba Alias Nova
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo Cq.Kepala Kepolisian Resor Boalemo
Kuasa Hukum Termohon
NoNamaNama Pihak
1Rony Yulianto, SH.,S.I.KKepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kapolda Gorontalo cq.Kapolres Boalemo
2Ramlan S. Pou, SHKepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kapolda Gorontalo cq.Kapolres Boalemo
3Salikhun B. Ikano, SHKepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kapolda Gorontalo cq.Kapolres Boalemo
4Jemmy Makainas, SHKepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kapolda Gorontalo cq.Kapolres Boalemo
5Binrod Situngkir, SH.,MHKepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kapolda Gorontalo cq.Kapolres Boalemo
6Sofyan T Ishak, SH.,MHKepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kapolda Gorontalo cq.Kapolres Boalemo
7Abdul Kadir Ahmad, SHKepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq. Kapolda Gorontalo cq.Kapolres Boalemo
Petitum Permohonan
Perihal : Permohonan Pra Peradilan
Kepada Yang Terhormat
Ketua Pengadilan Negeri Tilamuta
Di -
Jl.Letjen Ahmad Yani Ds.lamu 
Kec.Tilamuta, Kab.boalemo
Perkenankan, Kami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Pawennari. S.H., M.H
2. Taufik S Panua. S.H
3. Kasim Kacil. S.H.
4. Buyung J. Puluhulawa. S.H., M.H
5. Ade Indra. S.Hi
Semuanya adalah Advokat/Pengacara dan konsultan Hukum pada PAWENNARI&TAUFIK (PANTAU) yang  beralamat di JL.H.M Soeharto Desa Mohungo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo.
Dalam hal ini baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal  24, September 2019, bertindak untuk dan atas nama :
Nama : Nova Meyti Tamba Alias Nova
Tanggal Lahir/Umur : 18 Nopember 1972/47 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
Agama : Kristen
Alamat : Desa Pangi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo Provinsi 
                                      Goorontalo
Selanjutnya disebut sebagai ....................................................... PEMOHON 
Dengan ini PEMOHON mengajukan permohonan Pra peradilan terhadap Proses Penetapan Tersangka, dalam dugaan Pencemaran nama baik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 310 ayat (1) KUHP oleh Kepolisian Resort Boalemo. yang dilakukan telah melanggar Hak Asasi Manusia PEMOHON,serta tidak terpenuhinya syarat formil dan syarat materiil dalam Penetapan Tersangka yang telah dikenakan atas diri PEMOHON yang dilakukan oleh :
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH GORONTALO, cq. KEPALA KEPOLISIAN RESORT BOALEMO yang alamat kantor di Jalan.Trans Sulawesi 117 Tilamuta-96321 Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo
Selanjutnya disebut sebagai .................................................... TERMOHON
Adapun dalil-dalil yang menjadi dasar Permohonan Praperadilan ini dengan uraian sebagai berikut :
A. PENDAHULUAN
1. Bahwa tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
2. Bahwa penetapan status seseorang sebagai tersangka in casu pemohon, yang tidak dilakukan berdasarkan prosedur hukum yang sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan melalui lembaga praperadilan. Upaya penggunaan hak demikian itu selain sesuai dengan spirit atau jiwa KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan pasal 17 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) Yang berbunyi: ‘’Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan,pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar’’
Pasal 28 D ayat (1) UUD Negara RI 1945 menentukan: ‘’setiap oarang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum’’ sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas UUD Negara Kesatuan Republik indonesia 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga negara.
3. Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimna diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (penetapan tersangka) tidak dipenuhi maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi atau dibatalkan karena semua orang tidak dapat dijadikan tersangka, direbut kebebasannya, kecuali dengan proses hukum yang dilakukan secara adil melalui proses penyidikan yang benar. 
4. Bahwa selain itu menurut pendapat Idriyanto Seno Adji bahwa KUHAP menerapkan lembaga praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tidakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu pemohon) dimana lembaga praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu, juga ditegaskan kembali dalam penjelasan umum KUHAP, tepatnya pada angka dua (2) paragraph ke-enam (6) yang berbunyi: pembangunan yang demikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar di capai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mantabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayom terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan pancasila dan undang-undang dasar 1945. 
5. Bahwa dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
B. DASAR HUKUM PENGAJUAN PERMOHONAN PRA PERADILAN
1. Bahwa berdasarkan putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 ketentuan Pasal 77 huruf a Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diperluas sehingga kewenangan praperadilan bukan hanya untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, tetapi meliputi pula sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat.
2. Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangka, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),” 
3. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 jo. Pasal 14 ayat (1) Peraturan kapolri No 12 Tahun 2009, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka.
4. Bahwa berdasarkan  Laporan Polisi Nomor: LP/122/VIII/20189/SPKT/Res-Blmo Tanggal 07 April 2018 Pihak Penyidik Polres Boalemo mengirim Surat Panggilan Pertama (1) yang ditandatangani langsung oleh R. DIAN NUGRAHA WIJAYA,SIK berpangkat INSPEKTUR POLISI SATU NRP 76050440 pada tanggal 18 Januari 2019 Kepada Pemohon Yaitu Nova Meyti Tamba dimana surat panggilan tertulis sebagai berikut:
a. Surat panggilan Penyidik Kepolisian Nomor: S.Pgl/21/I/Res.1.14/2019/Reskrim berisi MEMANGGIL NAMA: Nova Meyti Tamba.
b. Pertimbangan: Bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana, perlu memanggil seseorang untuk didengar keterangannya.
c. Dasar: 1.Pasal 7 ayat (1) huruf g, pasal 11, pasal 112 ayat (1) dan ayat (2)
              dan pasal 113 KUHAP.
2.Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik  Indonesia.
3.Laporan polisi Nomor: LP/122/VIII/2018/SPKT/Res. Blmo, tanggal 07 Agustus 2018
4.Surat Perintah Penyidikan Nomor/SP.Sidik/101/X/2018/Reskrim. Tanggal 02 Oktober 2018
d. Untuk: Menemui BRIPKA WAWAN THAIB. SH DI Kantor Sat Reskrim Polres Boalemo pada Hari Senin, 21 Januari 2019 pukul 08.00 wita, untuk didengar keterangannya sebagai Saksi sehubungan dengan Tindak Pidana Pencemaran nama baik yang terjadi pada hari selasa tanggal 10 April 2018 bertempat di Desa Lahumbo Kec. Tilamuta Kab. Boalemo sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 ayat (1) KUHP.
5. Bahwa Panggilan Pertama (1) PEMOHON dari TERMOHON, Surat panggilan Penyidik Kepolisian Nomor: S.Pgl/21/I/Res.1.14/2019/Reskrim. DASAR angka 1, 2, 3, dan angka 4, diangka 3.Laporan polisi Nomor: LP/122/VIII/2018/SPKT/Res. Blmo, tanggal 07 Agustus 2018 dan angka 4.Surat Perintah Penyidikan Nomor/SP.Sidik/101/X/2018/Reskrim. Tanggal 02 Oktober 2018.
6. Bahwa dengan memperhatikan angka 4 diatas mengenai tanggal di keluarkannya Surat Perintah Penyidikan maka paling lambat 7 hari wajib bagi penyidik mengirimkan SPDP kepada Jaksa Penuntut Umum, terlapor, dan korban/pelapor sebagai mana yang termuat dalam Putusan Mahkama Konstitusi: 130/PUU-XIII/2015 berbunyi : “Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya perintah penyidikan”.
7. Bahwa dengan melihat putusan Mahkama Konstitusi diatas, wajib penyidik menyerahkan SPDP di pertegas lagi paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya SPRINDIK (Surat Perintah Penyidikan) kepada terlapor, bahwa dari bulan Oktober 2018 sampai dengan sekarang PEMOHON tidak pernah menerima SPDP, bahkan Jaksa Penuntut Umum juga tidak pernah menerima SPDP karena  kami dari Tim Kuasa Hukum PEMOHON sebelum melakukan gugatan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Tilamuta Kuasa Hukum PEMOHOM sudah mengklarifikasi kepada Jaksa Penuntut Umum mengenai SPDP tersebut. Dan dari pihak Jaksa Penuntut Umum  mengatakan tidak ada SPDP yang masuk atas nama NOVA MEYTI TAMBA.
8. Bahwa Pada pemanggilan pertama tanggal 18 Januari 2019 tersebut yang ditandatangani langsung oleh R. DIAN NUGRAHA WIJAYA,SIK berpangkat INSPEKTUR POLISI SATU NRP 76050440 telah memanggil PEMOHON Nova Meyti Tamba menghadap ke polres boalemo sebagai Saksi untuk didengar keterangannya sehubungan dengan Tindak Pidana Pencemaran nama baik yang terjadi pada hari selasa tanggal 10 April 2018 bertempat di Desa Lahumbo Kec. Tilamuta Kab. Boalemo sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 ayat (1) KUHP. Pada panggilan pertama tersebut PEMOHON seharusnya dipanggil terlebih dahulu sebagai Terlapor dan dalam panggilan pertama tersebut PEMOHON diduga melakukan Tindak Pidana Pencemaran nama baik yang terjadi pada hari selasa tanggal 10 April 2018 bertempat di Desa Lahumbo Kec. Tilamuta Kab. Boalemo. Yang sesungguhnya pada hari selasa tanggal 10 April 2018 PEMOHON tidak pernah berada di Desa Lahumbo Kec. Tilamuta Kab. Boalemo, jadi dilihat dari Tempat Kejadian Perkara (TKP) tersebut diatas bukanlah PEMOHON yang diduga melakukan Pencemaran Nama Baik.
9. Bahwa surat yang kedua berupa surat Pemberitahuan dari TERMOHON Perihal: Pemberitahuan Peralihan Status yakni Peralihan Status Nomor: S. Tap/49/IX/Res. 1.14/2019/Reskrim. Tanggal 11 September 2019.  Pihak Penyidik Polres Boalemo mengirim Surat Pemberitahuan Peralihan Status yang ditandatangani langsung oleh RAIDMUN LAHMUDIN, SE berpangkat INSPEKTUR POLISI SATU NRP 65050386 pada tanggal 12 September 2019 Isi surat tersebut berbunyi sebagai berikut:
1). Dasar: a. Laporan Polisi model Nomor: LP/122/VIII/2018 Res-Boalemo, tanggal 08  agustus 2019
b. Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/101/X/2018/Reskrim. Tanggal 02 Oktober 2018
c. Berita Acara Pemeriksaan saksi masing-masing Sdri. RACHEL DOHANIS, Lelaki JAKOBSON JUNUS dan YULIN MATINDAS
d. Surat ketetapan peralihan status Nomor: S.Tap/49/IX/Res.1.14/2019/Reskrim, Tanggal 11 September 2019
2). Sehubungan dengan hal tersebut di atas  diberitahukan kepada saudara/keluarga bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap saksi-saksi dihubungkan dengan bukti-bukti yang ada maka sejak tanggal pemeriksaan BAP (Berita Acara Pemeriksaan), tanggal………..September 2019 status saudara telah dialihkan dari Saksi menjadi Tersangkah. 
10. Bahwa sebagaimana dengan  surat yang kedua di terima PEMOHON dari TERMOHON berupa surat Pemberitahuan Perihal: Pemberitahuan Peralihan Status, yang terdapat pada angka 2 di atas  seharusnya tanggal hasil pemeriksaan BAP diisi oleh TERMOH jangan di kosongkan agar PEMOHON dan keluarga PEMOHON juga dapat mengetahui kapan pemerisaan  BAP di mulai. Sehingga proses dan prosedur pemeriksaan menjadi transparan, agar laporan/Pengaduan yang masuk di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dan di teruskan ke penyidik untuk di periksa, dalam prosedur pemeriksaan harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka, sebagai mana yang terdapat dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 14 ayat (1). Maka peralihan status PEMOHON menjadi Tersangka adalah tidak sah karena cacat prosedur.
11. Bahwa isi surat ke 2 (dua) yaitu Pemberitahuan Peralihan Status PEMOHON menjadi TERSANGKA ini menujukkan bahwa Penyidik sangatlah tidak profesinal karena surat pertama berupa surat panggilan pertama (1) dan surake 2 (dua) berupa surat Pemberitahuan Peralihan Status yang diterima PEMOHO, sangatlah berbeda tanggal Laporan Polisi. Surat Pemberitahuan Peralihan Status diangka 1 huruf a tanggal laporan polis tanggal 08  agustus 2019 dan surat pertama berupa surat panggilan pertama (1) diangka 3 laporan polisi tertanggal 07 agustus 2018. Dari kedua bentuk surat diatas yang diterima PEMOHON dari TERMOHON sangat jelas terlihat bahwa TERMOHON tidak profesional dalam  PENYIDIKAN, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan kapolri No 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bahkan pada pengiriman surat ke 2 (dua) pun kepada PEMOHON belum juga mendapatkan SPDP dari TERMOHON.
12. Bahwa surat yang ke 3 (tiga) berupa surat Panggilan yang ke 2 (dua) dikirim ke PEMOHON dari TERMOHON, Surat panggilan Penyidik Kepolisian Nomor: S.Pgl/328/IX/Res.1.14/2019/Reskrim. yang ditandatangani langsung oleh RAIDMUN LAHMUDIN, SE berpangkat INSPEKTUR POLISI SATU NRP 65050386, yang tidak dicantumkan tanggalnya status PEMOHON sudah berubah menjadi Tersangka. Bahkan surat yang ke 3 di terima oleh PEMOHON dari TERMOHON berupa Surat Panggilan ke 2 PEMOHON juga belum mendapatkan SPDP dari TERMOHON, oleh karena itu PEMOHON pertegas lagi bahwa sejak di keluarkannya Surat Perintah Penyidikan tanggal 02 Oktober 2018 TERMOHON wajib menyerahkan SPDP paling lambat 7 hari setelah Surat Perintah Penyidikan di keluarkan, sebagaiman yang termuat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi atas Pemohonan Uji Materil Nomor Perkara : 130/PUU-XIII/2015 dan Peraturan Kapolri Nomor: 14 Tahun 2012 Tentang Menejemen Penyidikan Tindak Pidana Pasal 25 ayat (1). Maka penetapan PEMOHON menjadi Tersangka adalah tidak sah karena cacat prosedur.
13. Bahwa dalam penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON haruslah berdasarkan dua alat nukti yang cukup, sebagaiman berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangka, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),” 
14. Bahwa dengan terbitnya Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/101/X/2018/Reskrim. Tanggal 02 Oktober 2018, TERMOHO wajib mengirimkan SPDP ke PEMOHON paling lambat 7 hari setelah keluarnya SPRINDIK agar penetapan PEMOHON sebagai Tersangka sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam Perundang-undangan. Dengan penetapan status Tersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON yang sama sekali tidak pernah didahului dengan proses pemberitahuan atau menyerahkan SPDP kepada PEMOHON, sebagaimana dalam Peraturan Kapolri Nomor: 14 Tahun 2012 Tentang Menejemen Penyidikan Tindak Pidana Pasal 25 ayat (1) sebagai berikut: “SPDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b, dibuat dan dikirimkan setelah terbit surat perintah penyidikan.” Dan lebih di pertegas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi atas Pemohonan Uji Materil Nomor Perkara : 130/PUU-XIII/2015 berbunyi : “Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya perintah penyidikan”. Bahkan bukan saja PEMOHON yang dapat menerima SPDP, dari pihak Jaksa Penuntut Umum pun wajib TERMOHON menyerahkan SPDP, dengan sampai saat ini Jaksa Penuntut Umum tidak pernah menerima SPDP karena kami Kuasa Hukum PEMOHON telah mengklarifikasi langsung kepada Jaksa Penuntut Umum. Pengambilan keputusan oleh TERMOHON untuk menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka adalah tidak sah, karena tidak dilaksanakan berdasarkan hukum dan ketentuan yang berlaku menurut peraturan perundang-undangan.
15. Bahwa dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Paragraf 2 telah diatur batas waktu penyelesaian perkara Pasal 31 ayat (1) Batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan;
a. sangat sulit
b. sulit;
c. sedang; atau
d. mudah.
dan ayat (2) Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan meliputi:
a. 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
b. 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
c. 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
d. 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah;
16. Bahwa PEMOHON diduga telah melakukan Pencemaran nama baik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 310 ayat (1) KUHP oleh Kepolisian Resort Boalemo, yang diancam Pidana paling lama 9 bulan, dugaan tindak pidana yang dilakukan PEMOHON yang seharusnya sudah melewati semua batas waktu penyelesaian perkara diatas apabila terhitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan sebagaimana Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia diatas. Dengan Penggunaan wewenang TERMOHON dalam menetapkan status tersangka terhadap diri PEMOHON dilakukan untuk tujuan diluar kewajiban dan tujuan diberikannya wewenang TERMOHON tersebut. Hal ini merupakan suatu bentuk tindak penyalahgunaan wewenang (Abuse of Power); yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
17. Bahwa Surat Perintah Penyidikan (SPRINDIK) yang dikeluarkan pada tranggal 02 Oktober 2018 dengan melihat Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam Paragraf 2 telah diatur batas waktu penyelesaian perkara Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat kesulitan, bila dikaitkan dengan batas waktu yang berada di Pasal 31 ayat (2) diatas maka SPRINDIK yang dikeluarkan oleh TERMOHON sudah melewati batas waktu yang ditentunkan PERKAP Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Maka SPRINDIK yang dipakai oleh TERMOHON dalam menetapkan Tersangka bagi diri PEMOHON adalah Tidak Sah dan cacat Prosedur dan Cacat Yuridis.
C. URAIAN FAKTA
1. Bahwa PEMOHON istri dari Bapak Pendeta CHRISTOFEL A . SONDAKH dan sebagai istri Bapak Pendeta (Suami) maka secara tidak langsung PEMOHON adalah wakil dari sang suami apabila sang suami tidak ada. Dan PEMOHON juga dapat meminpin Ibadah ketika Bapak Pendeta (Suami).
2. Bahwa pada hari minggu tanggal 8 April 2018 PEMOHON melaksanakan Ibadah Minggu di Gereja Pantekosta Indonesia Imanuel Tilamuta di Desa Pentadu Barat Kecamatan Tilamuta Kabuten Boalemo Provinsi Gorontalo. Setelah selesai ibadah PEMOHON keluar dari gereja dan mampir di ruamah ibu Deice Paulus samping Gereja Pantekosta Indonesia Imanuel Tilamuta Desa Pentadu Barat Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Setelah di depan Rumah ibu Deice Paulus PEMOHON tersenyum-senyum, lalu ibu Deice Paulus bertanya kenapa tersenyum-senyum Ses (PEMOHON). Ses adalah panggilan bagi seorang istri Bapak Pendeta, maka PEMOHON menjawab cuma ingat teman yang dulu ada sakit, waktu sakit teman masuk dalam kamar mandi tiba-tiba pusing. Dan cerita berhenti sampai disitu.
3. Bahwa pada tanggal 18 Januari 2019 PEMOHON terkejut ketika mendapatkan surat panggilan, Surat panggilan Penyidik Kepolisian Nomor: S.Pgl/21/I/Res.1.14/2019/Reskrim. Yang ditandatangani langsung oleh R. DIAN NUGRAHA WIJAYA,SIK berpangkat INSPEKTUR POLISI SATU NRP 76050440 pada tanggal 18 Januari 2019. Dan PEMOHON merasa bingung karena dugaan Pencemaran Nama Baik yang dilakukan oleh PEMOHON pada tanggal 10 April 2018 di Desa Lahumbo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo tidak wajar karena pada tanggal tersebut PEMOHON tidak pernah berada di Desa Lahumbo.
4. Dengan demikian berdasarkan seluruh uraian di atas, maka tindakan atau proses Penyidikan yang dilaksanakan oleh TERMOHON terkait Penetapan diri PEMOHON sebagai Tersangka secara hukum adalah juga Tidak Sah dan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat. Oleh karena itu, perbuatan TERMOHON yang menetapkan PEMOHON selaku Tersangka tanpa Prosedur dan Cacat Yuridis/bertantangan dengan hukum telah megakibatkan Kerugian materiil dan Immateriil yang tidak dapat dihitung dengan uang, namun kepastian hukum dengan ini PEMOHON menentukan kerugian yang diderita adalah Rp. 20.000.000 (dua puluh Juta Rupiah);
D. PETITUM
Berdasarkan uraian di atas maka tibalah saatnya kami memohon kepada yang mulia ketua Pengadilan Negeri Tilamuta c.q. yang mulia Hakim yang mengadili permohonan Praperadilan ini menjatuhkan putusan dengan amar : 
1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
2. Menyatakan PEMOHON sebagai Tersangka oleh Termohon yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Peralihan Status dan surat Panggilan yang ke 2 Tidak Sah atau Batal Demi Hukum.
3. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/101/X/2018/Reskrim. Tanggal 02 Oktober 2018 adalah Tidak Sah dan cacat Prosedur dan Cacat Yuridis.
4. Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh TERMOHON terkait peristiwa pidana dimaksud dalam Surat Panggilan terhadap diri PEMOHON sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHPidana adalah Tidak Sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya Penetapan a quo  tidak mempunyai kekuatan mengikat;
5. Memerintahkan TERMOHON untuk meminta maaf di berita media on line dan surat kabar di provinsi Gorontalo maupun media televisi lokal di provinsi gorontalo atas penetapan Tersangka PEMOHON yang tidak prosedural
6. Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti rugi baik materiil dan Immateriil kepada PEMOHON akibat penetapan PEMOHON sebagai Terasangka oleh TERMOHON sebesar Rp. 20.000.000 (Duapuluh Juta Rupiah);
7. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON;
8. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo;
 
Subsidair
Apabila Ketua Pengadilan Negeri Tilamuata cq. Hakim Pra Peradilan a quo berpendapat lain, maka kami mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Tilamuata, 30 September 2019
Hormat kami,
Kuasa/Penasihat Hukum PERMOHON
 
Pawennari, SH., MH
 
Taufik S Panua. SH
 
KasimKacil. SH.
 
Buyung J. Puluhulawa. SH., MH
 
Ade Indra. S.Hi
 
Pihak Dipublikasikan Ya