Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TILAMUTA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2022/PN Tmt Anton Naki Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo Cq. Kepala Kepolisian Resor Boalemo Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 31 Mar. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2022/PN Tmt
Tanggal Surat Kamis, 31 Mar. 2022
Nomor Surat 3/Pid.Pra/2022/PN Tmt
Pemohon
NoNama
1Anton Naki
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo Cq. Kepala Kepolisian Resor Boalemo
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
   Kantor Hukum
   MR. Taliki & Partners
     Telp : 0435-853693 Hp 0852 5555 6706  
     Emil : mrtaliki&partners@gmail.com
Gorontalo, 31 Maret 2022
 
Perihal : PERMOHONAN PRAPERADILAN                         
Lamp : Surat Kuasa Khusus
 
 
Kepada Yth.
KETUA PENGADILAN NEGERI BOALEMO
Di
Tempat
 
 
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Anton Naki
Tempat Tanggal Lahir : Gorontalo, 01 Oktober 1980
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Kepala Desa 
Agama : Islam
Alamat : Dusun Delita Desa Diloato Kec. Paguyaman Kab. Boalemo.
 
Melalui Kuasanya
MUH. RONAL TALIKI, SH
 
Berkewarganegaraan Indonesia, sebagai Advokat/Pengacar, Konsultan Hukum Pada Kantor Advokat pada kantor MR. Taliki & Partners yang memilih domisili Di Dusun Delita Desa Diloato Kecamatan. Paguyaman Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Emil : mr.talikipartners@gmail.com Telp. 085255556706 berdasarkan Surat Kuasa Khusus Tertanggal 30 Maret 2022 yang selanjutnya telah didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Boalemo.
Untuk selanjujtnya disebut sebagai_________________________________PEMOHON
 
Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap sah tidaknya Penetapan sebagai Tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Pasal 284 ayat (1) Ke 1e dan Pasal 284 ayat (1) Ke 2e KHUP.
 MELAWAN
Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo
Cq. Kepala Kepolisian Resort Boalemo
Dengan Alamat : Jalan Trans Sulawesi No. 117 Tilamuta Kabupaten Boalemo.
Untuk Selanjutnya disebut sebagai _____________________________TERMOHON
 
Adapun yang menjadi alasan permohonan PEMOHON adalah sebagai berikut :
 
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN.
a) Tindakan seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar Peraturan Perundang-Undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia, karena itu dipandang perlu untuk dilakukan Upaya Hukum Luar Biasa berupa Praperadilan. Menurut Andi Hamzah (1986:10) PRAPERADILAN merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas, norma dan prinsip kehati-hatian.
b) Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
c) Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
d) Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan Praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. 
e) Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum di masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara manapun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
f) Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011.
2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012.
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015.
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015. Dan lain sebagainya
g) Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
• [dst]
• [dst]
• Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
• Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
h) Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat.
 
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
 
1. TERMOHON CACAT FORMIL DAN TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA.
 
1. Bahwa Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, karena diduga melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (1) ke 1e dan pasal 284 ayat 1 Ke 2e KUHP dan berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : SP.Tap/12/III/Res.1.24/2022/Reskrim tanggal 14 Maret 2022 tentang Peralihan Status Dari Saksi Menjadi Tersangka.
 
2. Bahwa berdasarkan Surat Penetapan tersebut diperoleh fakta-fakta mall administrative atau cacat formil sebagai berikut;
a. Bahwa Termohon Setelah Menerima Aduan/Laporan oleh Pengadu/Pelapor yang Tertanggal 22 Desember 2021 kemudian telah meregistrasi Laporan Polisi tersebut dengan Nomor : LP/B/66/XII/2021/SPKT/Polres Boalemo/Polda Gorontalo Tertanggal 22 Desember 2021.
b. Bahwa setelah menerima Laporan Polisi tersebut, berselang 1 (Satu) Bulan 2 (Dua) hari langsung menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dengan Nomor : SP.Sidik/008/I/Res.1.24/2022/Reskrim, tanggal 26 Januari 2022 dan Surat Pemberihuan dimulainya Penyidikan dengan Nomor : B/08/I/Res.1.24/2022/ Reskrim, tanggal 27 Januari 2022. Artinya telah terjadi Pengangkangan/pengabaian terhadap Azas Legalitas, hal mana menurut Pasal 1 butir 5 KUHAP memberikan definisi dari Penyelidikan yaitu serangkaian tindakan Penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Dari definisi tersebut di atas jelaslah bahwa fungsi penyelidikan merupakan suatu kesatuan dengan fungsi penyidikan, penyelidikan salah satu tahap dari penyidikan, yaitu tahap yang seharusnya dilakukan lebih dahulu sebelum melangkah kepada tahap-tahap penyidikan selanjutnya seperti penagkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan saksi, penetapan tersangka dan sebagainya. 
c. Bahwa secara administrative, proses penyelidikan atas suatu tidak pidana dianggap tidak berdasar bilamana Kepala Satuan yang ditunjuk dalam hal ini Kepala Satuan Reskrim tidak menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan, faktanya dalam Surat Penetapan Pengalihan Status Saksi menjadi Tersangka, Pemohon tidak menemukan adanya Surat Perintah Penyelidikan dimaksud, dan Pemohon baru menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan pada tanggal 15 Maret 2022 dirumahnya Pemohon walaupun pada surat tersebut disebutkan tanggal 27 Januari 2022 sehingga telah jelas bahwa Termohon telah melakukan tindakan yang tidak Profesional dan cacat secara administratif. Serta tidak adanya Penyelidikan atas Laporan Polisi tersebut menyimpulkan bahwa Termohon sangat Subjektif dan menyampingkan asas Praduga Tak Bersalah, maka segala rangkaian tindakan Termohon kepada Pemohon adalah cacat yuridis dan harus dinyatakan batal demi hukum.
 
3. Bahwa Kemudian berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
 
4. Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon meyakini terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal 284 ayat (1) ke 1e dan pasal 284 ayat 1 Ke 2e KUHP dan berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : SP.Tap/12/III/Res.1.24/2022/Reskrim Tanggal 14 Maret 2022  oleh Termohon kepada Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon, Termohon selalu mendasarkan pada alat bukti yang tidak bisa dihubungkan/dikaitkan sebagai perbuatan pidana yang disangkakan kepada Pemohon. Dan juga terdapat bukti yang dimiliki oleh Termohon merupakan bukti yang Ilegal atau bukti yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan sehingga tidak dapat dijadikan bukti pada proses perkara a quo. 
 
5. Bahwa Berdasar pada uraian di atas, maka tindakan Termohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan 21/PUU-XII/2014, dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum. Dan prasangkaan Termohon kepada Pemohon terlalu berlebihan sehingga Termohon tidak mampu membuktikan hubungan hukum antara alat bukti dan keterangan saksi-saksi dengan Perbuatan yang disangkakan oleh Pemohon kepada Termohon.
 
6. Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan di atas, bahwa Penetapan Tersangka oleh Termohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan Peraturan-Perundang Undangan yang berlaku. Sehingga sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan a quo sebagaimana diulas dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan telah nyata Termohon dalam menetapkan Pemohon tidak berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku.
 
2. TERMON TIDAK DAPAT MENERIMA ADUAN TERHADAP PERISTIWA YANG TELAH DIKETAHUI OLEH PENGADU PADA 7 BULAN YANG LALU. (HAK PENGADU TELAH DALUARSA).
 
a. Bahwa Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka dengan dasar laporan Polisi Nomor : LP / B / 166 / XII/2021 /SPKT Polres Boalemo/Polda Gorontalo, tanggal 22 Desember 2021. Bahwa Tindakan Penetapan Tersangka ini menurut Pemohon merupakan tindakan diskriminasi oleh Termohon karena TERMON TIDAK DAPAT MENERIMA ADUAN TERHADAP PERISTIWA YANG TELAH DIKETAHUI OLEH PENGADU PADA 7 BULAN YANG LALU. (HAK PENGADU TELAH DALUARSA). Akan tetapi Termohon tidak mempertimbangkan/mengkaji lebih dalam perkara a quo. 
b. Bahwa Tindakan Termohon yang tidak mempertimbangkan daluarsanya aduan mengambarkan bahwa proses Penyidikan sebagaimana berdasar pada Surat Perintah Penyidikan nomor : Sp. Sidik/08/I/Res.1.24/2022/Reskrim, tangal 26 Januari 2022 tidak prosedural oleh karena Termohon langsung begitu saja menerima laporan tersebut tanpa melakukan upaya Penyelidikan lebih mendalam terlebih dahulu sehingga dapat disimpulkan bahwa laporan tersebut diterima oleh Termohon begitu saja tanpa mempertimbangkan asas Praduga Tak Bersalah.
 
c. Bahwa kemudian Termohon yang begitu saja menerima Laporan tanpa dilakukan Penyelidikan lebih mendalam terlebih dahulu maka dapat dipastikan bahwa proses Penyidikan tidak lagi objektif, dengan demikian dapat ditarik beberapa fakta-fakta yakni Penyidikan oleh Termohon tidak mendalami lebih jauh aduan/laporan tersebut, dan tindakan yang dilakukan oleh Termohon telah dilakukan dengan sewenang-wenang, tidak prosudural dan melampaui azas Praduga Tak Bersalah, dan juga penilaian Pemohon atas tindakan Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak lagi dilakukan dengan cara Profesional, dan tidak lagi Adil, menunjukkan bahwa Termohon secara subjektif berdasarkan Laporan Polisi menganggap Pemohon adalah Pelaku yang harus ditetapkan sebagai Tersangka. Sehingga tahapan-tahapan prosedur Penyidikan oleh Termohon tidak lagi didasarkan pada ketentuan hukum dan Perundang-Undangan yang berlaku. 
 
d. Bahwa dalil daluarsa tersebut diatas dikuatkan oleh beberapa saksi yang mengetahui bahwa isu Perzinahan telah diketahui oleh Pengadu sekitar Awal Bulan Mei Tahun 2021 Di Desa Diloato. Dengan demikian bahwa aduan yang dilakukan oleh Pengadu telah diketahui selama 7 bulan sebelum aduan dilayangkan kepada Termohon, dan Pengadu dalam hal ini juga telah mengakui bahwa Isu Perzinahan sudah diketahuinya pada 7 bulan yang lalu. Sehingga aduan tersebut telah Dalursa dan tidak dapat dilanjutkan pada tahap Penyidikan dan tahap Penetapan Tersangka.
 
e. Bahwa aduan/laporan yang dibuat oleh Pengadu/Pelapor terhadap perkara Perzinahan sebagaimana Pasal 284 ayat (1) Ke 1e dan Pasal 284 ayat (1) Ke 2e KHUP. Maka adaun tersebut merupakan Delik aduan absolut, ialah delik (Peristiwa Pidana) yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan. Bahwa dalam hal ini Pengadu adalah Pelapor pada perkara ini maka Pengadu/Pelapor dan Termohon tidak serta merta bisa mengankangi ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku yakni Pasal 74 Ayat 1 KUHP yang menyatakan sebgai berikut :
Pasal 74 Ayat 1
Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia. 
 
f. Bahwa dalam delik aduan yang dimaksud dalam pasal 74 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah dihitung sejak yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan, bukan sejak diketahui perbuatan yang dilakukan benar atau tidak. Bahwa telah jelas terhadap perkara a quo Termohon telah mengabaikan Pasal 74 ayat (1) sehingga dalam proses Penyidikan sampai pada Penetapan Tersangka  dengan hanya didasarkan pada subjektifitas Termohon tanpa menggali lebih jauh duduk perkara sehingga dampak Hukum yang ditimbukan oleh Termohon tidak lagi profesional dalam menjalankan Tugas serta Kewenangannya. 
 
Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar dan bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Boalemo yang memeriksa dan mengadili perkara a quo dapat pula menjatuhkan putusan bahwa segala Penetapan Lebih Lanjut yang berhubungan dengan Penetapan Tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
 
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis di atas, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Boalemo yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
 
1. Menyatakan Permohonan Pemohon Praperadilan diterima seluruhnya;
 
2. Menyatakan Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon tidak sah secara Hukum. 
 
3. Menyatakan tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka, sebagaimana dimaksud dalam dugaan Pasal 284 ayat (1) Ke 1e dan Pasal 284 ayat (1) Ke 2e KHUP tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
 
4. Menetapkan bahwa Laporan Polisi  dengan Nomor : LP/B/166/XII/2021 /SPKT/Polres Boalemo sudah Daluarsa sebagaimana Pasal 74 ayat 1 KUHP sebagai berikut :
Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia.
 
5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka  atas diri Pemohon;
 
6. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan Penyidikan terhadap Laporan Polisi Nomor : LP/B/166/XII/2021/SPKT/Polres Boalemo.
 
7. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
 
8. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
 
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Boalemo yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
 
 
Gorontalo, 31 Maret 2022
Hormat Kami
 
 
Muh. Ronal Taliki, S.H
Pihak Dipublikasikan Ya